Welcone to my Blog

Dear All,
Tujuan utama saya membuat blog ini adalah untuk berdiskusi mengenai beberapa hal yang menarik minat saya. diantaranya soal Kehidupan Seorang Pelaut yang dimata orang awam dinilai negative, benarkah seperti itu ?, apa ada Pelaut yang religius ? apa saja hikmah yang didapat oleh Pelaut selama mengarungi samudra yang seolah tak bertepi ? . Saya akan menceritakan semua kepada anda, tanpa ada yang ditutup-tutupi, InsyaALLAH.

Selasa, Maret 17, 2009

One Kiss Seharga 2 Juta

Hujan yang membasahi kota Medan baru saja mereda siang
itu. Jalan Putri Hijau yang sempat macet, kembali lancar.
Dari arah Balai Kota, sebuah Jeep Cherooke berwarna hitam
meluncur cepat. Didepan Deli Plaza yang pintu keluarnya
dipenuhi pengunjung yang sedang berhenti, mobil 4x4 yang
berisi tujuh cowok itu membelok kekanan. Masuk ke
kepelataran parkir didepan deretan ruko yang berseberangan
dengan pusat perbelanjaan yang sekarang menyatu dengan
Sinar Plaza itu. Tepat di depan Jumbo Restoran yang
menyediakan makanan laut, sang pengemudi Cherooke memarkir
mobilnya. Semenit kemudian, ketujuh cowok yang berusia
belasan tahun, kecuali seorang yang berperawakan tinggi
besar dengan rambut keriting berwajah khas Timor, yang
kelihatan jauh lebih tua itu, sudah melangkah naik
kelantai dua restoran yang lumayan terkenal di Medan
tersebut. Seorang pelayan menyapa mereka dan
mempersilahkan duduk di meja besar dengan delapan bangku
yang mengelilinginya. Sembari berjalan menuju meja yang
ditunjuk pelayan tersebut, mereka bercanda riang, khas
anak belasan tahun.

Hari ini, mereka akan merayakan kemenangan tim renang
remaja dari Pekan Baru, yang meraih juara umum dalam
pertandingan antar klub renang provinsi Sumut – Riau yang
baru saja selesai diselenggarakan di kolam renang
Selayang. Tiga diantara ketujuh cowok tersebut, Ferro,
Syahrul dan Niko, adalah anggota tim remaja Pekan Baru.
Tiga orang lagi, Roy, Mulyono dan Sugi asli anak Medan.
Sedangkan si orang Timor adalah supir yang membawa
anak-anak Pekan Baru itu dengan mobil ke Medan. Olesyous
Silae nama supir itu. Sebenarnya masih ada enam orang lagi
anggota tim renang yang di pimpin oleh abang Mulyono itu,
yang karena keenamnya cewek, memilih acara sendiri untuk
merayakan kemenangan mereka.

Dan ketika menu yang dipesan datang, tanpa menunggu
aba-aba lagi, mereka menyantap makanan laut yang penuh
protein dan kolesterol itu. Sambil sesekali bercanda, Roy
yang paling kocak diantara mereka, melontarkan
cerita-cerita lucu. Meski baru kenal dengan Roy, Mulyono
dan Sugi, namun anak-anak Pekan Baru berusia SMP itu,
terlihat sangat akrab. Tawa mereka mereda ketika dari
tangga bawah, terlihat dua cewek berseragam SMU naik
kelantai dua dan memilih duduk dipojok dekat kaca yang
menghadap ke Deli Plaza. Empat belas bola mata hampir tak
berkedip menyaksikan dua sosok yang sangat cantik laksana
bidadari tersebut.

Yang satu, rambutnya pendek ala Lady Diana, kulitnya
kuning langsat, hidung bangir dan bibirnya tipis.
Sedangkan temannya berwajah khas gadis minang, dengan
rambut panjang sepunggung yang dibiarkan tergerai.
Menyadari ada banyak biji mata sedang menatapnya, kedua
cewek yang paling cantik yang pernah dilihat Roy itu, agak
salah tingkah. Sambil menunggu pesanannya, keduanya
membuka majalah remaja yang mereka bawa, sehingga menutupi
wajah manis mereka.

" Gila, cakep banget itu bocah ", gumam Roy yang
ditujukan entah kepada siapa. Mulyono yang sejalan dengan
Roy dalam hal cewek, mengguit paha Roy yang duduk
disebelahnya.
" Kau pilih yang mana ? ", tanya Mul seakan menyuruh Roy
memilih antara dua buah benda berharga.
" Kalau disuruh milih, aku lebih baik pakai koin.
Dua-duanya seperti bidadari sih….", jawab Roy tanpa
mengalihkan pendangannya. Begitu cantiknya kedua mahluk
tersebut, sehingga bang Oles, demikian si supir asal Timor
itu dipanggil, tanpa disadarinya, ternganga mulutnya dan
baru mingkem saat pundaknya di tepuk Sugi,
" Eling bang, ingat anak istri dirumah ", tegur Sugi
mengagetkan bang Oles.
Tawa canda ketujuh cowok yang sedang ramai menikmati
seafood yang kebanyakan dipesan setengah mateng itu,
semakin ramai sejak kedatangan dua cewek berwajah innocent
tersebut. Roy yang terkenal dengan reputasinya dalam hal
menyabet gandengan, sampai menelan ludah. Tiba-tiba,
Syahrul yang anak direktur pemasaran Caltex Pekan Baru
itu, nyeletuk,
" Roy, berani terima tantangan gua 'gak "
" Tantangan apa ? ", tanya Roy sambil memasukkan seekor
udang rebus kemulutnya.
" Gua denger dari Mulyono, Lu jagonya nyabet cewek ",
pancing Syahrul
" Hm….lalu apa ? ", Tanya Roy acuh tak acuh
" Cewek itu… ", jawab Syahrul sambil menunjuk kearah dua
mahluk cantik tersebut dengan matanya.
" Mau diapain ? ", tanya Roy lagi
" Lu kan jagonya dalam hal mendekati cewek, gua mau lihat
sendiri kepiawaian lu ", ujar Syahrul
" Terus…..", Roy memasukkan lagi udang rebus berwarna
merah yang memang sangat digemarinya itu kedalam mulutnya.
" Kalau lu berani duduk dikursi dekat mereka, Lima puluh
ribu buat lu ", tantang Syahrul sambil mengeluarkan
selembar uang lima puluh ribu dari saku bajunya.
" Cuma itu ? ", tanya Roy lagi, menganggap remeh tantangan
Syahrul.
" Kalau lu bisa berkenalan dan berjabatan tangan dengan
mereka, gua tambah seratus ribu. Lalu, jika mereka bisa
tertawa-tawa, yang berarti mereka senang berkenalan dengan
elu, seratus ribu lagi. Lu liat tu cewek kan duduk
berdekatan, jika lu bisa duduk disebelah salah satunya,
yang berarti lu musti menggeser yang satu pindah, seratus
ribu lagi gua kasih ", Syahrul menarik dompet dari saku
celananya. Roy tersenyum mendengar tantangan itu.

" Dan….. ", Syahrul melanjutkan, " Kalau lu bisa mengelus
rambutnya… "
" Yang mana ? " potong Roy
" Lu suka yang mana ? " , Syahrul malah balik bertanya
" Yang rambut panjang ", ujar Roy sambil menenggak jus
jeruknya.
" Terserah lu, kalau bisa mengelus dengan mesra, dua ratus
ribu lagi. Dan terakhir, jika lu bisa mencium pipinya,
satu juta lagi. Total semua satu setengah juta. Gimana,
berani ? ", tanya Syahrul mengakhiri penjelasannya
" Pipi yang kiri apa kanan ? ", Roy bertanya seakan dia
sudah sangat yakin bisa melakukannya. Padahal kepalanya
pening tujuh keliling. Selain mikirin cara melakukan semua
hal yang ditantang Syahrul, kepalanya juga nyut-nyut
mikirin duit sebanyak itu, yang seumur hidupnya belum
pernah dia miliki. Sungguh sayang jika tantangan ini
ditolak, pikir Roy. Namun, bukan hal yang mudah juga untuk
memenangkannya.
" Mana aja boleh, yang penting bibir dan hidung lu musti
nempel dipipinya minimal dua detik ….", jawab Syahrul
ringan, seakan sedang menyuruh Roy membalikkan telapak
tangan. Melihat sikap Roy yang santai menanggapi
tantangannya, dalam hatinya, Syahrul sebenarnya was-was,
khawatir Roy berhasil melakukan semuanya. Bukan soal uang
yang di khawatirkannya. Uang sejuta dua juta bukan masalah
bagi Syahrul yang memang masuk kategori keluarga the
haves. Untuk menekan kemungkinan Roy memenangkan taruhan
ini, Syahrul menambahkan aturan.
" Lu mesti menyelesaikan yang terakhir, yaitu mencium
pipinya dalam waktu kurang ddari satu jam terhitung sejak
lu mulai duduk disana. Lewat satu jam berarti gagal. Dan
jika di langkah ke sekian, misalnya, lu gagal mencium atau
membelai rambutnya, maka apa yang telah lu dapat gugur
semua. Gimana setuju ? ", Syahrul mengakhiri kalimatnya
sambil meletakkan tiga puluh lembar uang lima puluh ribuan
di atas meja di depan Roy. Mata Roy jadi hijau melihat
tumpukan uang itu.
" Bagaimana kalau digenapi dua juta ? ", tanya Roy. Dalam
hatinya dia tertawa karena sudah mendapatkan ide untuk
memenangkan taruhan ini, yang meskipun dia belum yakin
seratus persen akan berhasil, namun cukup membuatnya
percaya diri.
" Boleh, nih..gua tambah ….", jawab Syahrul sembari
menambahkan uang lima puluh ribu sepuluh lembar lagi.
" Oke, gua terima ", sahut Roy sambil menjabat tangan
Syahrul.
" Deal ya….", ujar Roy lagi. Syahrul mengangguk.

Serentak Mulyono, Sugi, Ferro, Niko dan bang Oles yang
dari tadi hanya mendengarkan ocehan Syahrul dan Roy yang
mereka anggap ngaco dan lebih memilih menikmati hidangan
didepan mereka, meneriakkan " Yes….".
" Ini baru anak Medan…", seloroh bang Oles sambil menepuk
pundak Roy berkali-kali.
" Bang Roy, kalau abang berhasil, aku kasih hadiah
istimewa untuk abang ", ujar Ferro yang masih kelas satu
SMP negri satu Pekan Baru.
" Dari aku, jam tangan baru untuk abang. Tapi
ngomong-ngomong, abang yakin bisa ? ", tanya Niko yang
sekelas dengan Ferro tak mau kalah. Roy tersenyum kecil
mendengar dukungan teman-teman barunya yang notebene
adalah anak-anak orang kaya.
" Kita lihat aja nanti… ", jawab Roy sambil melap
mulutnya dengan tissue. Dengan menggunakan kelima jarinya,
Roy menyisir rambutnya. Dan laksana serdadu yang siap
menghadapi musuh, Roy melangkah kearah meja cewek – cewek
manis tersebut, setelah sebelumnya meraup tumpukan uang
Syahrul, menciumnya dan menyerahkannya kepada Mulyono.
Keenam teman Roy, menyaksikan dengan hati berdebar
sekaligus penasaran.

Sampai di meja segi empat dengan enam kursi, dimana kedua
cewek tersebut duduk berdampingan menghadap kearah meja
dimana tadi Roy duduk, cowok yang baru tamat SMU itu
langsung mengambil duduk persis didepan sirambut panjang.
Dengan sopan Roy meminjam majalah yang tergeletak ditepi
meja.
" Boleh baca sebentar ? ", tanya Roy pelan sambil menunjuk
majalah remaja putri itu. Kedua cewek saling pandang. Si
rambut panjang mengangguk tanpa bersuara, kemudian
melanjutkan makannya. Tanpa menunggu lagi, Roy meraih
majalah yang sepertinya baru dibeli itu. Meski
membolak-balik seakan mencari halaman halaman tertentu,
namun sebenarnya Roy sedang mencari kata-kata yang tepat
untuk memulai pembicaraan sekaligus berkenalan.

Bukan Roy namanya kalau dia kehabisan akal. Saat melihat
badge dibahu kedua cewek itu, Roy jadi tahu keduanya anak
SMU Negri satu Medan. Seketika Roy menutup majalahnya dan
bertanya,
" SMU satu ya ?. Kelas berapa ? "
" Dua ", jawab si Lady Di singkat dengan nada datar seakan
tak ingin bicara.
" Oh…", Roy menggaruk kepalanya yang tak gatal.
" Pak Zakir masih hidup ? ", tanya Roy lagi. Kedua cewek
itu berhenti mengunyah dan menatap Roy tajam. Meski bukan
lulusan SMU satu, namun karena berteman dengan Mulyono
yang alumni sekolah itu, Roy sempat tahu beberapa nama
guru disana.
" Pertanyaannya sadis banget…. ", sergah si rambut
panjang.
" Maksud saya, apakah pak Zakir baik-baik aja. Soalnya
kan dia… ", Roy menggantung kalimatnya, mengharapkan
reaksi dari lawan bicaranya.
" Memangnya pak Zakir kenapa ?. Kamu dari SMU satu
juga ya ? ", tanya si Rambut panjang yang di badge namenya
tertera nama yang indah, Sarah Salsabil.
" Lho, masak kalian 'gak tahu, pak Zakir kan udah tua,
emangnya dia mau sehat dan hidup terus "
" Kalau itu sih kami tahu. Dia kan guru agama kami ", kali
ini lady Di menjawab.
" Masih suka nunduk dia kalau melintas dibawah net volley
? ", tanya Roy yang langsung disambut senyum geli Sarah
dan Dini, demikian nama si Lady Di yang terbaca Roy
didadanya yang padat. Memang, di Sekolah negri Favorit
nomor satu di Medan itu, pak Zakir yang tingginya tak
lebih dari batas bawah net volley, selalu jadi bahan
tertawaan murid-muridnya, karena meskipun seharusnya tak
perlu, tapi beliau pasti menundukkan kepalanya saat
melewati lapangan volley, seakan takut kepalanya nyangkut
di net.

" Kok kamu tahu sih ? ", tanya Sarah.
" Aku dulu sering maen ke sekolah kamu ", jawab Roy
" Ngapain ?, Jemput pacar ya…? ", tanya Dini mulai akrab
" Bukan pacar, tapi kakak sepupu "
" Oh…", serempak Sarah dan Dini
" Eh ngomong-ngomong boleh kenalan enggak ? ",. Roy
mengulurkan tangannya. Sarah yang pertama menyambut
genggaman tangan Roy, diikuti Dini yang sebenarnya sejak
pertama melihat Roy dan teman-temannya, terkesima melihat
wajah Roy yang mengingatkannya kepada seseorang. Seorang
cowok yang pernah dekat dengannya. Sampai dititik ini, Roy
sudah melewati dua tahap. Tinggal tiga step lagi, untuk
mendapatkan dua juta. Selanjutnya Roy menceritakan
kisah-kisah lucu yang membuat kedua cewek kenalan barunya
itu terkekeh. Seperti biasa, saat baru kenal dengan cewek
yang dia taksir, Roy mengajak main teka-teki plesetan yang
lucu dan kagang porno. Jurus ini, entah kenapa sangat
ampuh untuk mengambil hati cewek. Mungkin karena
kebanyakan cewek suka dengan cowok periang dan humoris.
Dan kali inipun kiat itu berhasil dengan sempurna.


Sementara itu, di meja yang berjarak sekitar lima belas
meter dari Roy, Sarah dan Dini yang masih tertawa-tawa,
keenam teman Roy, berusaha mendengar apa yang dibicarakan
Roy dengan cewek-cewek itu. Namun karena musik
instrumental yang keluar dari empat buah speaker
disudut-sudut ruangan lantai dua itu, mereka tak
mendengar apapun kecuali gelak tawa Roy, Sarah dan Dini.
Syahrul yang punya hajat menantang Roy, yang kurang supel
dalam pergaulan karena sifatnya yang sedikit angkuh,
terkagum-kagum menyaksikan maneuver Roy.
" Menurut lu, bisa enggak dia menyelsaikan sampai akhir ?
" , tanya Syahrul kepada Mulyono.
" Aku yakin 99,99 persen dia sukses. Aku kenal Roy sudah
sepuluh tahun ", jawab Mulyono dengan nada memuji
sahabatnya itu. Syahrul yang baru mengenal Roy seminggu
belakangan ini, terdiam.

Kembali ke Roy dan dua gadisnya. Dengan tiba-tiba, Roy
yang sudah menemukan cara untuk menyelesaikan permainan
yang masih tersisa waktu sekitar tiga puluh lima menit
baginya, merubah ekspresinya. Sambil menutup wajah dengan
telapak kanannya serta mengusap mukanya mulai dari hidung
sampai ke kepala bagian atasnya, Roy menarik nafas
panjang. Dengan suara yang dibuat sesedih mungkin, Roy
bertanya kepada kedua temannya,
" Sarah, Dini, seperti apa kalian memandangku ? .
" Maksud kamu ? ", tanya Sarah
" Dengan kelakuanku duduk disini serta mencomot udang tadi
dan memakannya tanpa minta persetujuan kalian, apakah
kalian anggap aku kurang ajar ? "
" Iya juga sih, tapi kamu kan udah minta maaf ", Dini
menjawab
" Sebenarnya aku tidak seperti itu, Cuma aku khilaf karena
sedang stress…."
" Wajah kamu 'gak menunjukkan kamu sedang susah. Memang
kamu ada persoalan apa ? ", selidik Sarah
" Masalah besar yang kalau tak bisa kuselesaikan, aku bisa
masuk penjara ", ujar Roy memulai cerita rekaan yang baru
saja dikarangnya dalam memory otaknya. " Mulanya aku
mencoba untuk tidak mengingat-ingatnya dengan bercanda
bersama kamu berdua. Tapi ya itu, biar bagaimanapun, aku
harus menyelesaikannya ", sambung Roy, masih belum masuk
ke masalah rekaan ciptaannya. Berharap kedua cewek itu
penasaran. Dan memang, Sarah yang mulai tertarik dengan
performance Roy, mendesak ingin tahu.
" Persoalan apa Roy, Keluarga ? ", tanya Sarah
" Pribadi. Tapi sudahlah lupain aja. Biar aku sendiri aja
yang menanggungnya ", Roy mengeleuarkan sebatang rokok
putih lalu membakarnya. Karena tak terbiasa merokok, Roy
terbatuk-batuk pada isapan pertama.
" Kalau memang aku bisa bantu, kenapa tidak ", ujar Sarah
yang diiyakan Dini.
" Bener Roy, kami mau bantu kok " , sahut Dini sambil
berdiri dan beranjak menuju washtafel, hendak mencuci
tangannya yang berlepotan saos.

Inilah yang ditunggu-tunggu Roy. Segera setelah Dini
menjauh, Roy juga bangkit dari kursinya dan pindah duduk
di sebelah Sarah, sehingga sekarang Roy menghadap kearah
teman-temannya. Sarah sedikit bingung dengan sikap Roy
yang tiba-tiba sudah di sampingnya. Sebelum Sarah bertanya
atau protes, Roy angkat suara,
" Memang kalian bisa menolongku, tapi aku yakin kamu
ataupun Dini takkan bersedia "
" Kenapa kamu bisa menilai begitu ?. "
" Karena aku yakin, meskipun mudah , namun kamu pasti
keberatan "
" Roy, kalau aku bisa, kenapa aku mesti tidak menolong
kamu. Tapi apa dulu persoalan kamu ? ", Sarah
benar-benar penasaran. Dini yang sudah selesai
membersihkan tangannya, datang dan duduk di kursi Roy
tanpa mempermasalahkannya.
" Sungguh kamu mau menolongku ? ".
" Swear, " ujar Sarah mengangguk dan mengacungkan jari
tangannya yang membentuk huruf V.
" Aku cerita sedikit dulu tentang keseharianku. Sejak
kelas satu SMU, aku nyambi nyupir Sudaco untuk membayar
uang SPP dan beli buku pelajaran serta baju sekolah. Dan
meskipun sudah tamat. Aku masih nyupir, untuk mengumpulkan
biaya kuliah ", Roy berhenti, mengatur nafas sekaligus
menyusun kalimat selanjutnya dalam kepalanya, yang akan
diucapkannya.
" Dua hari yang lalu, saat sedang tidak ada penumpang,
dijalan Prof.H.M Yamin, seorang anak berusia lima tahun
lepas dari pegangan ibunya dan menyebrang persis saat aku
melintas dekat mereka. Pedal rem yang kuinjak sekuat
tenaga, tak mampu menahan laju mobil yang tidak begitu
kencang dan akhirnya menabrak anak itu ", Roy menutup
wajahnya seakan ngeri membayangkan peristiwa yang tak
pernah dialaminya itu. Sarah dan Dini menampakkan ekspresi
ingin tahu akan cerita selanjutnya. Sepertinya mereka
percaya dengan cerita Roy.
" Terus anak itu gimana Roy, apa dia….", tanya Sarah dan
Dini nyaris bersamaan.
" Sampai sekarang dia masih belum sadar terbaring di UGD
Rumah Sakit DR.Pirngadi. Kata dokter geger otak. Sudaco
beserta STNK dan SIM ku ditahan polisi. Aku harus
membiayai anak itu, paling tidak sampai dia sadar. Aku
sudah mengumpulkan satu juta rupiah yang kupinjam dari
saudara-saudarku. Tapi masih kurang sekitar dua juta lagi,
yang kalau kamu mau, kamu pasti bisa menolongku ", ujar
Roy yang ditujukan ke Sarah. Ditengah cerita tadi, Roy
sudah memutuskan untuk memilih Sarah yang menurutnya lebih
feminine dibanding Dini, untuk dijadikan object taruhan.
" Oh jadi, kamu mau pinjam uang ke aku, ya Roy. Kalau aku
punya, kamu tak perlu minjam pun aku akan bantu. Tapi
kebetulan sudah sepuluh bulan ini papaku 'gak dapet
proyek. Sedang uang ditabunganku aja sudah dipakai papaku
semua ", ujar Sarah
" Kan kamu tidak salah Roy, kenapa harus membiayai sampai
jutaan begitu ? " Dini yang juga sudah larut emosinya
terbawa arus cerita Roy, bertanya. Belum sempat Roy
menjawab pertanyaan Dini, terdengar suara Sarah yang
merasa bersalah karena tak mampu memberi pinjaman,
" Sorry Roy, aku tak punya uang sebanyak itu saat ini "
" Bukan, bukan uang kamu dan juga bukan uang Dini yang aku
mau pinjam, tapi aku minta bantuan dalam bentuk lain, asal
kamu ikhlas menolongku sebagai teman "
" Apapun kulakukan dengan ikhlas ", sahut Sarah
" Sungguh ? ", desak Roy
" He eh…", Jawab Sarah lagi.
" Baik, kamu pasti bisa menyelamatkanku dari penjara, kamu
lihat kawan-kawanku disana ? " , tanya Roy sambil menunjuk
teman-temannya. Sarah dan Dini mengikuti arah telunjuk
Roy, lalu mengangguk.
" Yang pakai baju kotak-kotak biru itu anak orang kaya di
Pekan Baru. Bapaknya direktur pemasaran di Caltex. Meski
baik tapi dia agak sombong. Uangnya banyak. Dan uangnya
itu lah yang akan menyelamatkanku, dengan bantuan kamu ",
ujar Roy yang jelas ditujukan ke Sarah.
" Maksud kamu…? ", Sarah mengernyitkan dahinya

( Bersambung )
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Sekarang Gratis Nelpon SLJJ Flexi diperluas ke Yogja"

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ikuti Lomba Puisi Berhadiah di http://plasaromantis.blog.plasa.com. Menangkan hadiah berupa Ipod, HP Flexi, dll. Kirim Puisi-mu ke plasaromantis@plasa.com

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar