Johanes Earn Warkula, seorang juruminyak ( Oiler ) yang sekapal dengan saya, siang itu sedang beristirahat di ruang makan ABK ( Messroom/Saloon ). Saya duduk 2 meter dari Anes, demikian dia biasa dipanggil. Dihadapan kami, layar tv sedang menampilkan acara talkshow sebuah station di Australia. Ya, kapal kami sedang menyusuri pantai timur benua kanguru ini yang terkenal dengan nama The Great Barrier, karena sepanjang pantai timur tersebut terbentang gugusan karang yang indah namun sangat berbahaya bagi pelayaran.
Anes yang sedang menikmati secangkir teh panas, menatap layar tv tanpa kedip ketika tiba-tiba sebuah iklan provider selular muncul. Begitu iklan yang berdurasi lebih kurang 30 detik tersebut habis, Anes mengusap ujung matanya yang basah oleh air hangat dan asin.
SEORANG PELAUT MENANGIS ? CUMA KARENA NGELIAT IKLAN ?
CENGENG AMAT ? KOK BISA ?
Iklan seperti apa sih yang disaksikan Anes sehingga dia menitikkan air mata?
Pemandangan pertama dari tanyangan iklan tersebut adalah sebuah kapal selam milik angkatan laut Australia yang sedang timbul dipermukaan - dalam keadaan berhenti - tak jauh dari daratan, kemudian kapal turun perlahan kedalam laut, bersamaan turunnya kapal kedalam air, kamera menyusuri lorong-lorong didalam ruang kabin, terus kesebuah kamar seorang kelasi yang sedang berbaring dikasurnya. Sejurus kemudian kelasi tersebut memandangi photo anak dan istrinya yang terbingkai dalam sebuah frame kecil. Diraihnya telepon genggam miliknya, sebuah nomor tersambung ( iklan ini menunjukkan betapa kuat sinyal milik mereka sehingga saat didalam laut pun masih bisa nyambung ). Disebrang sana terdengar suara istri yang dirindukannya dengan latar belakang suara anaknya yang berusia 3 tahun yang sedang tertawa-tawa. Setelah telepon ditutup, pria tersebut meraih photo orang-orang yang dikasihinya tersebut, lalu mendekapnya didada, seakan-akan ia memeluk kedua buah hatinya tercinta, istri dan anaknya. Iklan selesai.
" Kenapa, Nes ", tanyaku ke Anes yang sedang menyeka air matanya, namun disaat yang sama aku menelan ludah, karena aku merasa pertanyaan itu kutujukan pada diriku sendiri, dadaku terasa nyeri melihat pemandangan iklan barusan yang tak ubahnya melihat diri sendiri – seorang lelaki yang menanggung rindu yang teramat sangat karena berada dilautan berbulan-bulan.
" Gua inget anak….", Anes menjawab parau. Aku tak memberi komentar lagi. kalimatnya barusan sudah cukup mengiris-iris hatiku yang serta merta teringat kedua anakku, Annisa dan Annaufal serta ibundanya, istriku yg kurindukan.
Apakah kami bisa disebut pelaut cengeng ? Lembek ? tak layak sebagai orang yang mengarungi samudra ?
Saudaraku, Pelaut juga manusia, yang punya hati yang terbuat dari segumpal darah. Yang juga punya rasa sedih, rindu, marah dan lain sebagainya persis seperti anda. Saya yakin, seyakin-yakinnya, bila anda berada diposisi Anes, anda pasti akan bersikap serupa atau bahkan lebih parah, masuk kekamar lalu menangis dan meratapi nasib - mengapa harus jadi pelaut sehingga mesti berpisah dengan orang-orang yang dicintai selama hampir satu tahun.
Saudaraku, tahukah anda apa yang ada di benak seorang pelaut pada saat kapalnya terombang-ambing seperti sepotong kayu ditengah samudra dengan ombak setinggi 4 sampai tujuh meter, sementara angin bertiup kencang menderu-deru membawa awan hitam yang siap menumpahkan curahan air berton-ton, jarak pandang hanya 2 sampai 3 mil, sementara daratan terdekat berjarak 6 hari perjalanan ? ,
Hanya satu kata saja : PULANG.
kata itulah yang kerap terngiang-ngiang ditelinga dan menari-nari dibenak seakan mengejek keberadaan pelaut yang jauh dari keluarga.
PULANG berarti kembali kerumah, kepelukan istri dan anak-anak yang tak pernah jemu menanti kedatangan ayah yang dirindukan.
PULANG juga berarti meninggalkan kapal karena habis kontrak ( minimal 10 bulan ), meninggalkan semua aktivitas diatas kapal yang hampir tiap detiknya bersinggungan dengan maut.
AKU PULANG.......DARI RANTAU.....BERBULAN BULAN DIATAS LAUT....OH...MALANGNYA...
Maret, 10 2009, 20.30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar